Bioteknologi Ikan Transgenik



Ikan Upside-Down Cathfish (Synodontis nigriventris) Transgenik

      Ikan upside-down cattfish (Synodontis nigriventis) merupakan ikan hias air tawar yang memiliki keunikan yaitu berenang terbalik dengan perut di atas. Pembudidayan ikan Synodontis nigriventis banyak dibudidaya oleh petani di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Sebagai ikan hias yang banyak diminati kolektor, ikan Synodontis nigriventris memiliki nilai ekonomis tinggi baik di dalam maupun di luar negeri. Produk akuakultur berupa ikan hias merupakan salah satu target devisa melalui ekspor. Perdagangan ikan hias bersifat customer base yang berarti mengikuti selera konsumen. Untuk memenuhi tuntutan tersebut diperlukan perbaikan mutu ikan hias melalui warna dan bentuk. Rekayasa dalam penyisipan warna pada ikan hias dan pengetahuan tentang pola pewarisan sifatnya dapat membantu dalam perbaikan mutu ikan hias di Indonesia sehingga dapat bersaing di pasar Internasional.  Rekayasa tersebut merupakan rekayasa genetika dengan prinsip dasar penyisipan gen pemendar warna hijau (GFP).

      Perkembangan bioteknologi khususnya dalam bidang rekaya genetika di tahun 1970-an mengalami kemajuan yang mengagumkan. Transgenesis merupakan teknik dalam rekayasa genetika dengan cara mengintroduksikan gen pengode karakter unik yang dapat memberikan nilai tambah bagi organisme target. Kegiatan rekayasa genetika dalam bidang akuakultur khusunya ikan telah banyak dilakukan. Diawali dengan rekayasa genetik ikan mas, ikan medaka jepang, ikan zebra dan sampai tahun 1990 tercatat 13 jenis ikan telah direkayasa genetiknya. Pada mulanya transgenik ikan dilakukan dengan teknik mikroinjeksi, namun teknik tersebut menimbulkan banyak kematian telur dan prosesnya berjalannya lambat. Kemudian metode transgenik berkembang, dan salah satunya adalah metode elektroporasi.

      Elektroporasi merupakan perlakuan fisika pada sebuah sel yang diberikan medan listrik dengan tegangan tertentu sehingga menimbulkan penyusunan kembali pada membran sel yang bersifat sementara, dan pada akhirnya sel akan bersifat permeabel sehingga memungkinkan untuk menyerap cairan di sekelilingnya. Metode elektroporasi sering digunakan dalam transfer gen karena relatif cepat, sederhana, dan efisien.

      Gen pemendar warna, terutama pemendar warna hijau (GFP) telah ditemukan sebagai gen pemendar warna hijau pada ikan. GFP merupakan gen yang mudah dalam visulisasi, karena untuk berpendar tidak mebutuhkan substrat. GFP menghasilkan sinar hijau flouresens secara instrinsik ketika diberi sinar eksitasi pada panjang gelombang biru sekitar 395 nm. Dengan demikian hanya dibutuhkan lampu UV gelombang panjang atau sinar biru untuk dapat mendeteksinyadalam kegelapan. Selain itu GFP juga digunakan dalam biologi molekuler sebagai gen pewarta atau gen yang dapat memberitahukan dengan jelas kepada para peneliti bahwa proses transformasi telah berjalan dengan sukses.

A.      Ikan upside-down catfish (Synodontis nigriventris)
      Ikan upside-down catfish (Synodontis nigriventris) merupakan ikan air tawar yang berasal dari negara Congo. Sesuai dengan namanya, ikan ini memiliki keunikan yaitu berenang terbalik dengan perut di atas. Ikan kelompok Synodontris memiliki ciri-ciri berkumis dan memiliki patil tetapi tidak beracun, warna dasar tubuh coklat tua hingga coklat muda dengan totol-totol berwarna hitam yang tersebar secara acak. Keadaan tersebut dapat berfungsi untuk mengelabuhi mangsa.

 Gambar 1. Ikan upside-down catfish (Synodontis nigriventris)
Secara umum, ikan Synodontris nigriventris betina lebih gemuk apabila dibandingkan dengan ikan jantan. Tiga pasang sungut ikan Synodontris nigriventris  terdiri dari dua pasang sungut beracabang dari duri keras di depan sirip dada dan sebuah lagi di sirip punggung. Klasifikasi dari ikan upside-down catfish (Synodontis nigriventris) adalah sebagai berikut:
Habitat asli ikan Synodontis nigriventris adalah di alam yaitu di dasar lumpur. Ikan Synodontis nigriventris termasuk ikan omnivora yang makanan utamanya seranga dan kadang-kadang juga memakan alga. Ikan ini sering mencari makan di malam hari dan sering memakan ikan-ikan kecil. Untuk pemeliharaan di lingkungan buatan yaitu kolam atau akuarium, ketika ikan ini pada kondisi larva dapat diberi pakan alami ketika tetapi pada kondisi dewasa pakan yang diberikan merupakan pakan buatan.
Balai Riset Budidaya Ikan Hias Depok telah melakukan riset rekayasa pemuliaan ikan hias dengan menyisipkan gen warna pada ikan upside-down fish (Synodontris nigriventris). Gen warna yang disisipkan adalah GFP yang memberikan pendar warna hijau. Metode yang dipakai adalah elektroporasi spermatozoa Synodontris nigriventris.

B.       Metode Transgenesis Synodontis nigriventris
Teknik transfer gen yang umum dilakukan pada transgenik ikan adalah mikroinjeksi dan elektroporasi. Untuk rekayasa pemuliaan ikan hias dengan penyisipan gen warna pada ikan upside-down catfish (Synodontris nigriventris) dilakukan dengan teknik elektroporasi pada spermatozoa. Berdasarkan penelitian Kusrini (2010), metode transgenesis yang dilakukan meliputi :
1.    Koleksi Gamet
Pemijahan ikan Synodontis nigriventris uji dilakukan dengan sistem buatan dari induk jantan dan induk betina yang telah matang gonad. Sperma dan telur didapatkan dari induk-induk yang telah dipelihara selama dua bulan untuk mematangkan gonadnya. Induk betina dan induk jantan yang telah matang gonad disuntik dengan hormon ovaprim.


Gambar 2. Proses pemijahan ikan Synodontis nigriventris

Ovaprim digunakan sebagai agen perangsang bagi ikan untuk memijah, kandungan GnRHa akan menstimulus pituatari untuk mensekresikan GtH I dan GtH II. Pada ikan ovaprim berfungsi untuk menekan musim pemijahan, mengatur kematangan gonad selama musim pemijahan normal, merangsang produksi sperma jantan untuk periode yang lama dan volume lebih banyak, merangsang pematangan gonad sebelum musim pemijahan, memaksimalkan potensi reproduksi danmempersingkat waktu pemijahan. Dosis opavrim untuk induk betina adalah 0,6 mL/kg untuk induk jantan 0,2 mL/kg. Setelah 12 jam dari waktu penyuntikan opavrim, dilakukan striping pada perut induk betina dan jantan untuk mendapatkan telur dan sperma.
2.    Konstruksi Plasmid
GFP (Green Flourosenct Protein) telah ditemukan sebagai bahan dasar gen pemendar warna hijau pada ikan. Penggunaan GFP dapat mengubah warna ikan menjadi lebih menarik. Promoter pKer-GFP yang digunakan dikontol oleh promoter dari spesies ikan Japanese flounder (ikan sebelah), pKer-GFP diperbanyak menggunakan bakteri E. coli strain DH5ɑ melalui transformasi dan isolasi plasmid sebelum digunakan perlakuan.
3.    Elektroporasi Sperma
Metode transfer GFP dengan metode elektroporasi menggunakan mesin Gene Pulser II. Prinsip teknik elektroporasi adalah membuat reparable-holes pada membran sel dengan bantuan aliran listrik yang bergetar (electric pulse). Sel disuspensikan  dalam larutan DNA, dan dengan kejutan listrik yang terjadi maka larutan DNA tersebut dapat masuk ke sel melalui dinding terbentuk. 


      Sperma dari beberapa induk jantan dikumpulkan dalam microtube Eppendorf, kemudian dicampur dengan 25 µL DNA dan dimasukkan ke dalam mesin elektroporator untuk dilakukan kejutan listrik. Voltase yang digunakan 75 mV/s. Spermatozoa hasil kejutan listrik langsung dicampur dengan dengan larutan fisiologis sebanyak 625 µL, kemudian diaduk dan dipindahkan ke tube baru untuk persiapan pembuahan. Perlakuan transfer gen tersebut dilakukan secara masal dengan kuat medan listrik dan konsentrasi DNA sama untuk setiap pengulangan berikutnya. Elektroporasi yang dilakukan menggunakan tipe kejutan squae wave dengan panjang gelombang 30 ms dan pulse interval 0,1 sekon.
4.    Motilitas Sperma
Kualitas sperma hasil elektroporasi di uji diukur dengan menentukan derajat motilitasnya. Satu tetes sperma diteteskan dengan menggunakan mikropipet di atas gelas objek kemudian ditutup dengan gelas penutup. Pada tepi gelas penutup ditetesi dengan aquades. Penilaian motilitas didasarkan pada presentase kriteria banyaknya sperma yang bergerak maju (progesif).


5.    Deteksi GFP
Sebagian sperma hasil elektroparasi dianalisis untuk mengetahui inkorporasi plasmid pKer-GFP dalam sperma menggunakan metode PCR. Konfirmasi keberadaan dan intregasi transgen dilakukan dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR).  Sampel sperma sebelum dilakukan ekstraksi DNA, dicuci sebelum dilakukan ekstraksi DNA. Tujuannya adalah membuang sisa plasmid. Pada media elektroporasi dengan menambahkan larutan fisiologis dan disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 1 menit. Supernatan yang terbentuk dibuang, pelet sperma diresuspensikan dengan menggunakan 20 µL larutan fisiologis.
Selanjutnya, sampel sperma diekstraksi dengan extraction kit dan diinkubasi sampai mendapatkan DNA. Untuk mengetahui hasil penggabungan gen warna (integrasi) pada spermatozoa dapat diketahui dengan menggunakan mikroskop flouroscent dan pemindaian DNA.

            Gambar 3. Hasil deteksi GFP spermatozoa yang telah dielektroporasi
6.    Deteksi Efektivitas Transfer GFP

       Gambar 4. Hasil deteksi GFP pada sirip benih setelah berusia tiga bulan

Keberhasilan transfer gen GPF diidentifikasi pada benih ikan Syndontis nigriventris setelah berumur tiga bulan. Setelah ikan berukuran sekitar 3 cm, sirip ikan dipotong dan dilakukan ekstraksi DNA dengan teknik PCR untuk mengetahui individu yang membawa gen GPF.

C.      Kebermanfaatan
Manfaat dari transgenik pada ikan Syndontis nigriventris adalah:
1.    Meningkatkan mutu penampilan produk yaitu dengan memberikan variasi warna hijau berpendar
2.    Lebih cepat mendapatkan kualitas warna apabila dibandingkan dengan metode seleksi tradisional
3.    Dapat memenuhi kebutuhan pasar dari hasil budidaya bukan hasil dari tangkapan di alam
4.    Dari segi ekonomi atau komersial, dapat meningkatkan harga jual dari produk karena penampilan lebih menarik

D.      Keunggulan dan Kekurangan
1.    Keunggulan dari penyisipan warna hijau berpendar pada ikan Syndontis nigriventris :
a.    Dengan metode elektroporasi maka transfer gen yang dihasilkan lebih banyak dan waktu yang diperlukan lebih singkat sehingga lebih efisien.
b.    Elektroporasi membuat sel sperma mampu menarik lebih banyak molekul DNA dari pada sel sperma yang tidak dielektroporasi.
c.    Dengan metode elektroporasi memungkin produksi ikan secara masal
2.    Kekurangan dari penyisipan gen warna hijau berpendar pada ikan Syndontis nigriventris :
a.    Dengan metode elektroporasi maka diperlukan dosis DNA GPF yang sesuai, dan voltase yang tepat agar mendapatkan hasil elektroporasi yang baik
b.    Untuk mengetahui keberhasilan transfer GFP pada benih harus menunggu benih sampai berusia tiga bulan dan panjangnya mencapai sekitar 3 cm.
c.    Apabila dilepas ke alam bebas maka dapat menyebabkan berpindahnya gen tidak dapat terkontrol.
d.   Metode transgenik dapat berdampak negatif pada keanekaragaman hayati karena yang dibudidaya hanya yang bersifat unggul.















Daftar Pustaka

 
Alimudin, dkk. 2003. Aplikasi Transfer Gen dalam Akuakultur. Jurnal Akuakultur Indonesia, 2(1): 41-50

Kusrini, Eni. 2010. Peningkatan Mutu Ikan Hias Upside-Down Catfish (Synodontis nigriventis) melalui Rekayasa Genetika dan Pengelolaan Lingkungan untuk mendukung populasi. Laporan Akhir Program Intensif Riset Terapan, Balai Riset Budidaya Ikan Hias. Depok






Komentar

Indah P mengatakan…
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
bragiless mengatakan…
ada jual indukan nya ngak ya? atau rayakan nya bs email saya di bragiless@gmail.com